Beranda | Artikel
Nasihat dari Perantauan untuk Sanak Saudaraku (Seri 02)
Rabu, 6 April 2011

Menyuruh kepada yang mungkar mencegah dari yang ma’ruf adalah sikap orang-orang munafik

Sikap menentang dan menolak kebenaran atau kebiasan menyuruh kepada yang mungkar dan mencegah dari berbuat makruf adalah tingkah laku orang-orang munafik. Sebagaimana yang Allah terangkan dalam firman-Nya,

{الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُم مِّن بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُواْ اللّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ{67}

“orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian mereka dari bagian yang lainnya, mereka menyuruh kepada yang mungkar dan mencegah dari yang ma’ruf.” (QS. At-Taubah: 67).

Hendaklah orang yang suka mempermainkan ayat-ayat tentang wajibnya berhijab merenungkan ayat di atas apakah anda termasuk yang menyuruh kepada yang makruf atau menyuruh kepada yang mungkar?

Sebagian manusia ada yang pintar dalam bersilat lidah ketika mereka diajak untuk mengikuti kebenaran dan berhenti dari melakukan kerusakan. Sehingga akibat dari tindakannya tersebut telah terjadi kerusakan dalam segala jaring kehidupan. Bahkan kerusakan yang ditimbulkannya tidak hanya terbatas pada manusia semata tapi menimpa tumbuh-tumbuhan dan hewan yang melata. Sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya,

{وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ{204} وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيِهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ الفَسَادَ{205} وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ{206}

“Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, pada hal ia adalah penentang yang keras. Dan apabila dia berpaling (dari kamu) ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan di atasnya, ia merusak tanam-tanaman dan binatang ternak. Dan Allah tidak menyukai kerusakan. Dan bila dikatakan (kepadanya): Takutlah kamu kepada Allah”, bangkit kesombongannya yang menyebabkannya (semakin) berbuat dosa, maka cukuplah neraka jahannam baginya, dan neraka jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat tinggal.” (QS. Al-Baqarah: 204-206).

Orang yang suka menyebarkan pemikiran keji serta menginginkan tersebarnya kekejian tersebut di kalangan orang-orang yang beriman Allah telah menyediakan balasan yang setimpal untuk mereka di dunia maupun di akhirat kelak.

Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya,

{إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ{19}

“Sesungguhnya orang-orang yang suka untuk tersiarnya kekejian di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nuur: 19).

Masihkah belum cukup ancaman di atas bagi orang yang suka membikin cerita-cerita porno, memperjual belikan CD porno, menayangkan film-film porno?

Betapa banyak orang yang telah menikmati kemaksiatan yang anda sebar, sebanyak itu pula dosa yang harus anda pikul.

Allah berfirman,

{وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالاً مَّعَ أَثْقَالِهِمْ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا يَفْتَرُون}

“Dan Sesungguh mereka akan memikul dosa-dosa mereka dan dosa-dosa orang (yang mereka sesatkan dan mereka akan ditanya terhadap apa yang mereka dustakan.” (QS. Al-Ankabuut: 13).

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam telah menerangakan dalam sabdanya,

“Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan dia akan mendapat dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya tampa mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim no: 2674).

Bencana adalah buah dosa perbuatan manusia

Allah telah berulang kali memberikan teguran kapada bangsa kita, tapi sedikit diantara kita yang mampu menimba kesadaran dari itu semua. Yang masih segar dalam pandangan dan ingatan kita gempa dan tsunami yang memporak porandakan beberapa negara, tentu yang sangat terkesan sekali di hati kita apa yang berada disamping kita yaitu Aceh dan gempa Nias, tapi apakah hal itu membuat kita semakin tunduk kepada kebesaran Allah? Atau sebaliknya?!

Bumi yang kita pijak, udara yang kita hirup, air yang kita minum setiap detik kita pergunakan dalam rangka melakukan maksiat kepada Allah. Lupakah kita dengan firman Allah,

{وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ{7}

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu memberitahukan. Jika kamu besyukur, sungguh Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan tetapi jika kamu mengkufuri (nikmat tersebut) sesungguhnya azabKu amat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).

Dan firmanNya lagi,

{مَّا يَفْعَلُ اللّهُ بِعَذَابِكُمْ إِن شَكَرْتُمْ وَآمَنتُمْ }

“Allah tidak akan mengazabmu jika kamu bersyukur dan beriman.” (QS. An Nisaa’: 147).

Segala fasilitas yang diberikan Allah, kita manfaatkan untuk durhaka pada-Nya mulai dari mata, telinga dan lidah kita pergunakan untuk hal yang haram, untuk film-film, nyanyi-nyanyian dan berkata bohong. Makan dan minum serta pakaian kita bersumber dari usaha yang haram, mungkin  dari hasil rampokan, pembunuhan, korupsi, kolusi, sogok, atau hasil tipuan, lacuran, judi, penjualan CD porno dan seterusnya. Itulah diri kita, apakah kita tidak pantas untuk diazab? Dimana Allah akan mengabulkan doa kita sementara keadaan kita selalu bergelimang dengan segala hal yang haram? Perhatikanlah ketika Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mengisahkan seorang yang menemui kelelahan dalam perjalanan yang panjang, dalam kondisi seluruh tubuhnya di penuhi debu, lalu dia menngangkat kedua telapak tangannya kelangit sambil berdoa, “Ya Tuhanku, Ya Tuhanku.” Lalu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata, “Bagaimana Allah akan mengabulkan doanya, sedangakan makanannya dari yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dia dibesarkan dari yang haram?” (HR.. Imam Muslim no: 1015).

Dari hadits di atas jelas sekali bagaimana akibat dari menikmati sesuatu yang haram, sekalipun dia dalam kondisi yang sangat membantu supaya dikabulkan doanya. Karena dalam sebuah hadits lain disebutkan bahwa doa musafir itu terkabul sekali, tapi ada hal yang meghalanginya yaitu memakan harta yang haram. Kisah di atas bisa untuk memperbandingkan dan menilai kondisi kita.

Tapi Allah masih memberikan waktu kepada kita untuk bertaubat, untuk kembali kepadanya, apakah kita akan menunda-nunda taubat itu, sampai azab Allah yang lebih besar lagi datang kepada kita? Mari kita simak firman Allah berikut,

{وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِم مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِن دَآبَّةٍ وَلَكِن يُؤَخِّرُهُمْ إلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ{61}

“Jikalau Allah menyiksa manusia (sesuai) dengan kezaliman mereka, niscaya tidak akan tertinggal di atas permukaan bumi ini satupun dari binatang yang melata, tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka sampai pada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba (waktu yang ditentukan), mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (QS. An Nahl: 61).

Dalam ayat yang lain berbunyi,

{وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِن دَابَّةٍ وَلَكِن يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيراً{45}

“Dan jikalau Allah mennyiksa amnusia dengan segala apa yang mereka usahakan, niscaya tidak akan tertinggal di atas permukaan bumi ini satupun dari binatang yang melata, tetapi Allah menagguhkan (penyiksaan) mereka sampai pada waktu yang ditentukan. . Maka apabila telah tiba (waktu yang ditentukan), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (QS. Faathir: 45).

Simak lagi kalam Ilahi,

{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ{96} أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتاً وَهُمْ نَآئِمُونَ{97} أَوَ أَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ{98} أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ{99}

“Dan jika sekiranya penduduk berbagai negeri mau beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkatan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) maka Kami menyiksa mereka dengan apa yang mereka usahakan. Maka apakah penduduk berbagai negeri merasa aman dari kedatangan siksaan Kami di malam hari diwaktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk berbagai negeri merasa aman dari kedatangan siksaan Kami pada waktu duha ketika mereka sedang bermain-main? Atau apakah penduduk berbagai negeri merasa aman dari ancaman azab Allah (yang tampa diduga-duga)? Tidaklah yang merasa aman dari ancaman azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raaf: 96-99).

Itulah janji dan acaman Allah bagi umat manusia yang tidak mau beriman dan bertakwa, Allah nyatakan pula dalam ayat di atas bahwa kesejahteraan dan kemakmuran hanya dengan beriman dan bertakwa kepada-Nya. Allah tidak akan mengazab penduduk suatu negeri kecuali mereka itu telah melampui batas dalam kezaliman mereka, baik terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap orang lain. Allah katakan dalam ayat yang lain,

{وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ{117}

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan berbagai negeri secara zalim, sedangkan penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Huud: 117).

{وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولاً يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ{59}

“Dan Kami tidak pernah menghacurkan berbagai nergeri kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS. Al-Qashash: 59).

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menerangkan dalam sabdanya,

“Tidaklah seorang hamba ditimpa sebuah bencana baik besar maupun kecil kecuali dengan sebab dosa, dan apa yang dima’afkan Allah jauh lebih banyak.” (HR. At-Tirmizi no: 3252).

Kemudian beliau membaca firman Allah,

{وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ{30}

“Dan musibah apa saja yang menimpa kamu, maka adalah dengan sebab usaha tanganmu sendiri dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu.” (QS. Asy-Syura: 30).

Yang lebih konyol adalah bila seseorang berfikir bahwa dia mampu lari dari azab Allah, seperti yang beberapa kali terjadi di kota Padang ketika adanya isu tsunami atau datang gempa mereka berhamburan keluar rumah dan berusaha untuk mencari tempat yang tinggi seperti lari ke arah Indarung atau ke arah Limau Manis. Sekalipun menyalamatkan diri tidak dilarang dalam Islam. Tapi kalau Allah sudah menentukan sesuatu, kemanapun kita akan lari sebagai makhluk yang lemah lagi hina, cukup dengan kesandung kerikil saja kita bisa mati di tempat. Bukankah seluruh apa yang ada di muka bumi di bawah kekuasaan Allah semata. Kalau Allah berkehendak segala sesuatau bisa membinasakan manusia, seperti angin topan, air bah, banjir, gempa, ledakan gunung api dan segala macamnya. Sebagaimana kaum fir’aun diazab dengan topan, belalang, kutu dan katak.  Yang amat perlu untuk dipersiapkan bukanlah kendaraan untuk lari tapi keimanan dan amal saleh serta bertaubat kepada Allah. Jangan kita berprasangka bila umur kita panjang, harta kita banyak, berarti Allah menyayangi kita, sementara kita bergelimang dosa setiap saat. Allah sebutkan dalam firman-Nya,

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ{44}

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang diberikan kepada mereka, Kami bukakan untuk mereka semua pintu kesenangan, sehingga saat mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’aam: 44).

Betapa banyaknya orang kafir yang berumur panjang dan memiliki harta yang belimpah ruah tapi itu adalah tipuan untuk mereka. Sebenarnya Allah sangat benci kepada mereka oleh sebab itu Allah memanjangkan umur mereka dalam kekafiran, sehingga semakin panjang pula azab yang harus mereka terima. Dan semakin banyak pula nikmat yang harus mereka pertanggung jawabkan, maka berlipat gandalah azab yang harus mereka terima. Allah sebutkan dalam firman-Nya,

{وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِّأَنفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُواْ إِثْماً وَلَهْمُ عَذَابٌ مُّهِينٌ{178}

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir itu menyangka bahwa Kami menangguhkan (azab) atas mereka adalah kebaikan untuk mereka, sesungguhnya kami menangguhkan (azab) atas mereka hanyalah supaya dosa Mereka semakin bertambah; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Ali’Imran: 178).

Bila Allah menurunkan sebuah azab atas sekelompok umat, Allah tidak akan pilih yang berbuat dosa saja tapi azab tersebut akan menimpa seluruhnya sekalipun orang-orang saleh. Sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam,

“Apabila maksiat telah tersebar di tengah-tengah umatku, Allah akan menurunkan azab dari sisi-Nya.” Lalu Ummi Salamah bertanya, ‘Ya Rasulullah bukankah ditengah-tengah mereka terdapat orang-orang yang saleh?’ Jawab Rasulullah, ‘Ya’. Lalu Ummi Salamah bertanya lagi, ‘Bagaimana dengan mereka?’ ‘Mereka juga ditimpa apa yang menimpa manusia, di akhirat baru mereka mendapat keampunan dan keredhaan dari Allah.’” (lihat Majma’ Zawaid 7/268).

Manusia saat ditimpa suatu musibah atau cobaan terbagi kepada tiga bentuk dalam  menghadapi dan menyikapi musibah atau cobaan tersebut:

Bentuk pertama: Ada orang dengan datangnya sebuah musibah atau bencana membuatnya kembali kepada Allah, ia sabar dalam menerimanya dan ia bangun dari kealpaannya selama ini, maka hal itu baik baginya sehingga membuatnya bertaubat dan menyesali segala perbuatan dosa-dosanya yang berlalu. Inilah orang yang beruntung saat ditimpa musibah. Orang ini digambarkan Allah dalam firman-Nya,

{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ  {155} الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ     {156} أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ{157}

“Dan Sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan sedikit dari rasa takut, kelaparan, kekurangan harta dan (kehilangan) jiwa serta (kurangnya) buah-buahan, dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (dalam menerimanya). Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali.’ Mereka itulah yang mendapat keberkatan dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang mendapat petunjuk.’” (QS. Al-Baqarah: 155-157).

Bentuk kedua: Ada orang dengan datangnya bencana atau musibah, seketika itu dia tertunduk dan bertaubat kepada Allah, dia berdoa kepada Allah pada setiap saat. Tapi setelah musibah dan bencana itu berlalu ia kembali kepada kedurhakaan kepada Allah, ia kembali melakukan segala bentuk kemaksiatan dan kemungkaran yang biasa dilakukannya sebelum datangnya bencana tersebut. Orang seperti ini digambarkan Allah dalam firmannya,

{وَإِذَا مَسَّ الإِنسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِداً أَوْ قَآئِماً فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَّسَّهُ كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ{12}

“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampui batas memandang baik apa yang mereka lakukan.” (QS. Yunus: 12).

Bentuk ketiga: Ada orang yang ketika ditimpa bencana atau musibah justru semakin bertambah durhaka dan bertambah kufur kepada Allah, dia semakin berjadi-jadi melakukan maksiat dan kemungkaran tersebut. Bahkan dia memfaatkan situasi tersebut untuk melakukan segala bentuk perbuatan keji dan hina. Apakah itu mencuri, merampok, berzina dan segala macam bentuk maksiat serta manipulasi bantuan yang disalurkan untuk membantu orang-orang yang sedang menderita akibat bencana tersebut. Orang seperti ini digambarkan Allah dalam firman-Nya,

{وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُم بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ{76}

“Dan sesungguhnya Kami telah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tetap tidak mau tunduk kepada Tuhan mereka dan juga mereka tidak mau merendahkan diri.” (QS. Al-Mu’minuun: 76).

Dalam Ayat lain Allah ungkapkan,

{أَوَلاَ يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لاَ يَتُوبُونَ وَلاَ هُمْ يَذَّكَّرُونَ}

“Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa mereka itu diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) mau bertaubat dan tidak (pula) mereka mengambil pelajaran?” (QS. At-Taubah: 126).

Maka melalui apa yang kita paparkan di atas bahwa jalan keluar dari bencana dan musibah ini adalah dengan bertaubat kepada Allah dari mengerjakan segala bentuk dosa dan memohan keampunan dari Allah dari dosa-dosa tersebut. kemudian diiringi dengan mengerjakan segala perbuatan yang makruf dan beramal saleh.

Allah sebutkan dalam firman-Nya,

{وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً{2} وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ}

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan membuka baginya pintu keluar (dari berbagai persoalan). Dan memberinya rezki dari arah yang tiada dikira-kira.” (QS. Ath- Thalaaq: 2-3).

{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ{55}

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal shaleh, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka orang berkuasa di muka bumi, sebagimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridahi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, dari perasaan (diselimuti) ketakutan menjadi aman sentosa. (selama) mereka tetap menyembah-Ku tampa melakukan kesyirikan kepada-Ku sedikitpun. Dan barang siapa yang masih (tetap) kafir setelah janjian itu, maka Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S An-Nuur: 55).

Ketika kaum muslimin ditimpa musim paceklik dimasa khalifah Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu, ia membaca dalam doa yang dipanjatkannya kepada Allah,

“Ya Allah sesungguhnnya suatu musibah tidak akan turun kecuali dengan sebab dosa, dan tidak akan diangkat kecuali dengan bertaubat.”

Marilah setiap kita melihat pada diri masing-masing dimana letak diri kita dalam melaksanakan perintah dan larangan agama, bila hasilnya selalu terbalik, setiap perintah kita lalaikan dan setiap larangan kita lakukan maka hendaklah kita berputar haluan dari hal yang berlawanan tersebut kepada jalan yang lurus.

Bertaubat butuh kepada beberapa aspek penghayatan:

Pertama: Meninggalkan perbuatan dosa tersebut dengan spontan.

Kedua: Menyesali perbuatan tersebut dengan sepenuh hati.

Ketiga: Berjanji dengan sepenuh hati untuk tidak akan kembali mengulangi perbuatan tersebut.

Keempat: Mengembalikan hak orang lain kepada si pemiliknya.

-Bersambung insya Allah-

Penulis : Ustadz DR. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com


Artikel asli: https://dzikra.com/nasihat-dari-perantauan-untuk-sanak-saudaraku-seri-02/